Skip to content

Menyusuri Banda Neira: Perjalanan Pengabdian, Sejarah, dan Keindahan Alam

Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Email
Telegram

Jalantara hadir membawa semangat pengabdian masyarakat yang tak sebatas aksi sosial. Keberagaman karakter, suku, agama, dan latar belakang para volunteer terjalin dalam satu napas kebersamaan yang kokoh. Dalam upaya menciptakan momentum bermakna di awal tahun 2025, Jalantara menetapkan Banda Neira sebagai lokasi program. Mengapa Banda Neira? Kutipan Bung Sutan Sjahrir, “Jangan mati sebelum ke Banda Neira,” menjadi dorongan tersendiri. Kalimat tersebut mengandung makna mendalam, menegaskan keistimewaan pulau yang kaya sejarah, estetika, dan kekayaan alam.

Menjejak Banda Neira: Permata Sejarah Nusantara

Banda Neira, mahakarya Nusantara yang memikat dunia, menjadi bukti nyata bagaimana pesona alam dan sejarah dapat berpadu. Keelokan bentang alamnya begitu memukau, meninggalkan kesan abadi bagi siapa pun yang pernah hadir di sana. Kehangatan masyarakat lokal, latar Gunung dan Laut Banda yang memanjakan mata, kekayaan rempah-rempah, hingga jejak peristiwa perjuangan kemerdekaan menyatu dalam satu harmoni yang sempurna.

Menjejak Desa Lonthoir

Sebanyak 77 volunteer mengabdikan diri selama sepekan di Desa Lonthoir, Banda Neira. Meski demikian, perjalanan keseluruhan membutuhkan 16 hari, mencakup keberangkatan hingga kepulangan ke tempat asal masing-masing. Kapal Labobar menjadi saksi perjalanan panjang kami yang melewati rute Surabaya – Makassar – Bau-Bau – Namlea – Ambon – Banda Neira. Setelah tiba di kota Neira, perjalanan berlanjut menggunakan kapal motor—transportasi laut khas masyarakat setempat—diiringi hujan yang menyelimuti perjalanan kami.

Di Desa Lonthoir, sambutan hangat dari Bapak Hanatin Mudjid atau yang akrab dipanggil Bapak Raja, serta masyarakat desa, membuat kami merasa diterima dengan penuh keramahan. Tradisi unik pun diperkenalkan, seperti panggilan “mama” dan “bapak piara” untuk keluarga asuh selama kami tinggal di sana. Namun, sebelum tiba di Balai Desa, kami terlebih dahulu harus menapaki Tangga Seribu, peninggalan era kolonial Belanda yang memiliki sekitar 260 anak tangga. Jalur ini menjadi penghubung kami dengan Rumah Kampong Negeri Lonthoir, rumah adat yang menjadi saksi dimulainya perjalanan pengabdian kami.

Langkah Awal dalam Pengabdian

Para volunteer Jalantara dibagi menjadi lima divisi: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pariwisata, lingkungan, serta media dan dokumentasi. Masing-masing divisi telah menyiapkan program yang matang satu bulan sebelumnya. Pada Sabtu, 4 Januari 2025, kegiatan dimulai dengan arahan dari Nusul Akbar, Founder Jalantara:

“Alhamdulillah, kita sudah sampai di desa tujuan. Mama dan bapak piara sudah  ada di hadapan kita. Jaga sopan santun, utamakan adab, terutama soal pakaian di dalam maupun luar rumah. Air bersih harus digunakan secukupnya, bantu pekerjaan rumah, dan jadilah tamu yang membawa manfaat.”

Nasihat tersebut menjadi panduan kami selama pengabdian, terutama saat tinggal di 26 rumah keluarga asuh yang menerima kami dengan penuh kasih. Hari-hari awal diisi dengan proses adaptasi dan social mapping, di mana setiap divisi berupaya menjalin kedekatan dan kepercayaan dengan masyarakat melalui cara yang sesuai dengan tugasnya.

Kejutan di Tengah Aktivitas

Selama tiga hari penuh, program berjalan sesuai jadwal. Namun, pada malam 7 Januari 2025, rencana berubah. Jadwal ramah tamah dimajukan karena undangan menghadiri resepsi pernikahan salah satu pasangan di desa pada 9 Januari 2025. Acara ramah tamah ini dihadiri oleh seluruh warga tanpa terkecuali.

Malam itu menjadi ajang kebersamaan yang syahdu. Warga dan volunteer saling menampilkan karya terbaik. Mulai dari Tari Payung oleh siswa SDN 17 Maluku Tengah, Tari Melayu Nirmala dari SDN 87, hingga Tari Sarung oleh Pemuda Lonthoir. Para volunteer turut menyemarakkan suasana dengan flashmob, drama edukasi anti-bullying, paduan suara, dan tarian poco-poco. Puncaknya, divisi media dan dokumentasi memutar after movie perjalanan kami, menghadirkan kembali kenangan sejak keberangkatan hingga pengabdian berlangsung.

Perjalanan Berakhir dengan Kenangan

Setelah seluruh program rampung pada Rabu, 8 Januari 2025, hari terakhir diisi dengan kegiatan santai. Sore harinya, kami menyaksikan pertandingan sepak bola di Kota Neira. Kebersamaan dan semangat yang tercipta menjadikan momen itu terasa begitu spesial.

Keesokan harinya, Kamis, 9 Januari 2025, kami mengadakan field trip ke Pulau Sutan Sjahrir yang terkenal dengan tempat baca sang tokoh nasional. Di pulau ini, acara tukar kado berlangsung, disertai pemberian penghargaan untuk setiap divisi atas dedikasi mereka.

Kegiatan penuh haru ini diimbangi dengan aktivitas menyenangkan seperti snorkeling, mencicipi kudapan khas, dan menikmati keindahan pantainya. Perpisahan dengan mama dan bapak piara pada Jumat, 10 Januari 2025, penuh harapan dan doa. Bapak Raja menyampaikan pesan:

“Pengorbanan ade-ade dorang dari jauh-jauh sampe ke sini sangat berarti. Kalau nanti sudah sukses, semoga bisa kembali ke sini untuk melanjutkan program-program yang pernah dilaksanakan.”

Subuh di hari Sabtu, 11 Januari 2025, kami meninggalkan Banda Neira dengan kapal Labobar. Sebelum benar-benar berlayar, kami sempat menjelajahi Kota Neira untuk terakhir kalinya, dimulai dari rumah budaya, menyimpan artefak sejarah lokal yang penuh makna.  kemudian dilanjut ke tempat pengasingan Bung Tjahrir.  Dan disambung ke gereja tua, bangunan megah yang menjadi saksi masa kolonial Belanda dengan arsitektur klasiknya yang menawan.

Kami juga mengunjungi rumah pengasingan Bung Hatta, tempat beliau menuangkan ide-ide besar untuk kemerdekaan bangsa. Terakhir, Benteng Belgica yang menjadi ikon uang 1000 rupiah yang dibangun pada abad ke-17 oleh Belanda. Dengan arsitektur kokoh dan pemandangan laut yang indah, benteng ini kini menjadi ikon sejarah dan objek wisata utama di kawasan tersebut.

Refleksi Akhir
Jalantara telah menorehkan sejarah baru di Banda Neira. Perjalanan panjang ini bukan sekadar pengabdian, tetapi juga pelajaran hidup yang tak ternilai. Kami pulang dengan hati yang penuh, membawa kenangan tentang kehangatan masyarakat, keindahan alam, dan pentingnya kolaborasi.

“Jangan Mati Sebelum ke Banda Neira” kini menjadi lebih dari sekadar kutipan; ia telah menjelma menjadi pengalaman nyata yang akan terus hidup di hati kami.

Artikel Terbaru
Program
NusaXplore #4 Raja Ampat
NusaXplore adalah program pengabdian masyarakat yang digagas oleh Jalantara, bertujuan untuk memberdayakan komunitas lokal melalui kolaborasi langsung di lapangan, sembari mengeksplorasi keindahan alam Indonesia.