Skip to content

Mengukir Masa Depan Lewat Pendidikan di Andan Orsia

Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Email
Telegram

Menurut data dari UNESCO, lebih dari 260 juta anak dan remaja di seluruh dunia belum mengakses pendidikan yang layak. Ini mencerminkan kesenjangan pendidikan yang masih besar, baik di daerah perkotaan maupun terpencil. Di Indonesia, meskipun ada upaya besar untuk menyetarakan akses pendidikan, tantangan di daerah terpencil seperti Lonthoir, Banda Neira, tetap memerlukan perhatian serius. Kondisi pendidikan di Lonthoir menggambarkan realitas tersebut; keterbatasan fasilitas dan sumber daya menjadi penghalang dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Salah satu yang paling terasa adalah kurangnya minat dan motivasi siswa untuk belajar, terutama di SMPN 94 Lonthoir. Pelajaran Bahasa Inggris yang baru diperkenalkan beberapa tahun terakhir masih dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Para volunteer yang tergabung dalam divisi pendidikan berusaha mengubah hal ini dengan pendekatan yang lebih menyenangkan dan inovatif.

Hambatan dalam Pendidikan Anak-Anak Lonthoir

Proses pembelajaran di SMPN 94 Lonthoir dihadapkan pada beberapa kendala besar, termasuk rendahnya gairah belajar siswa. Dzul Fikar Ali, seorang volunteer, menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena pengajaran Bahasa Inggris baru dimulai di tingkat SMP, padahal seharusnya dimulai lebih awal, sejak SD. Kendala lainnya adalah perbedaan penerapan kurikulum di kelas 7 yang mengikuti Kurikulum Merdeka, sementara kelas 8 dan 9 masih memakai Kurikulum 2013.

Selain itu, ada tantangan sosial, seperti kurangnya disiplin dan tanggung jawab di kalangan siswa. Ketidakhadiran yang disebabkan alasan sepele, seperti hujan atau acara pernikahan, menunjukkan pentingnya pendidikan karakter. “Pendidikan tentang etika dan tanggung jawab perlu lebih diperhatikan,” lanjut Dzul.

Walaupun fasilitas di Lonthoir sudah memadai, seperti ruang kelas yang luas, papan tulis, dan alat bantu seperti proyektor LCD, penggunaannya masih belum maksimal. Kendala utama lainnya adalah terbatasnya akses internet, yang sangat diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran berbasis teknologi. Menurut Husni Fadilah, seorang volunteer lainnya, “Masih banyak kekurangan dalam hal sarana belajar, dan internet pun sangat terbatas.”

Berbagai Program Pembelajaran yang Kreatif

Meski dengan segala keterbatasan, divisi pendidikan terus berusaha memberi solusi melalui berbagai program yang menyentuh berbagai aspek. Salah satunya adalah “Ronda Belajar,” kegiatan sore hari setelah anak-anak selesai belajar di sekolah dan mengaji. Dalam program ini, para volunteer dan siswa saling mengenal lebih dekat, memahami kebutuhan mereka, serta memberikan dukungan agar pembelajaran lebih efektif.

Selain itu, terdapat English Fun Learning, yang menggunakan metode belajar menarik untuk memotivasi siswa mempelajari Bahasa Inggris. Program ini tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga menghubungkannya dengan cita-cita siswa melalui proyek dream tree sebagai simbol impian mereka.

Program lainnya adalah “Pahlawanku dan Itu Aku,” yang bertujuan menanamkan nilai-nilai karakter sejak usia dini di SDN 87 Maluku Tengah dengan mencegah perundungan. Disertai program Calistung, yang mengenalkan literasi dan numerasi pada anak-anak, ini membuat mereka semakin tertarik belajar.

Ada juga “Jejak Cahaya,” program pendidikan agama yang menekankan tahsin al-Qur’an, fikih dasar, serta diskusi tentang kesetaraan gender dalam Islam, yang melibatkan anak-anak SMA.

Program Lomba Tingkat PAUD hingga SD

Tidak hanya siswa SD dan SMP yang diberi perhatian, anak-anak TK Kanjang Bellu dan PAUD di Lonthoir juga mendapat kesempatan menunjukkan kreativitas melalui lomba mewarnai. Selain tiga pemenang utama, ada penghargaan untuk juara favorit, yang memotivasi anak-anak untuk berprestasi.

Program “Kolase Sampah” tingkat SD juga dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pengelolaan sampah dan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan tema “Pahlawan,” lomba ini mengajak siswa berkreasi sambil menyampaikan pesan moral tentang kepedulian terhadap alam.

Dukungan dari Komunitas Lokal

Dukungan masyarakat, termasuk guru dan orang tua siswa, menjadi salah satu kunci keberhasilan program pendidikan ini. Fadlan menyatakan, “Masyarakat di sini sangat peduli dan selalu berusaha memberikan yang terbaik agar pendidikan anak-anak mereka tidak terganggu.”

Namun, meskipun antusiasme masyarakat tinggi, tantangan tetap ada. Para volunteer berharap program-program ini dapat berkelanjutan. Husni, misalnya, berharap program tahsin yang sudah dimulai dapat dilanjutkan dengan lebih intens. “Anak-anak di sini memiliki potensi luar biasa dalam bidang agama, terutama dalam hal mengaji,” katanya.

Menyongsong Masa Depan Pendidikan di Lonthoir

Pendidikan di Lonthoir, Banda Neira, mencerminkan banyak daerah terpencil lainnya di Indonesia. Meski tantangan seperti rendahnya motivasi siswa, keterbatasan fasilitas, dan hambatan bahasa masih menjadi masalah besar, semangat belajar anak-anak Lonthoir dan dukungan masyarakat memberikan optimisme luar biasa.

Pendekatan berbasis kasih sayang dan kreativitas yang diterapkan para volunteer memberikan harapan bahwa pendidikan di daerah ini akan terus berkembang. Seperti disampaikan Halimah Nurlatifah, salah seorang volunteer, “Kebahagiaan itu selalu ada di setiap senyuman anak-anak. Semua beban terasa hilang begitu saja.” Pendidikan bukan hanya tentang nilai dan angka, tetapi juga tentang membangun rasa percaya diri, keberanian, dan impian. Dengan dukungan berbagai pihak, pendidikan di Lonthoir dapat semakin maju dan menghasilkan generasi muda yang mampu membangun bangsa.

Artikel Terbaru
Program
NusaXplore #4 Raja Ampat
NusaXplore adalah program pengabdian masyarakat yang digagas oleh Jalantara, bertujuan untuk memberdayakan komunitas lokal melalui kolaborasi langsung di lapangan, sembari mengeksplorasi keindahan alam Indonesia.